Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

17 Januari 2012

I tweet therefore I'm powerful


Cobalah menyobek kertas di buku macam yellow pages. Gampang bukan? Nah, sekarang coba anda tumpuk kertas dari dua buku, selipkan kertas dengan kertas lain satu persatu. Tidak perlu banyak, sedikit saja. Lalu coba lagi menyobeknya. Sulit. Hal yang sama berlaku untuk benda lain, yang tampak rapuh, kalau disatukan jadi kuat. Nah, manusia juga begitu.

Semua revolusi itu cuma akan jadi wacana kalau tidak ada sekian banyak manusia yang mendukungnya. Hosni Mubarak tidak akan turun jika jutaan orang tidak turun ke jalan, tidak menduduki Tahrir Square.

Di jaman social media, menggerakan massa menjadi sedemikian mudah. Juga, bermain isu. Amarah, rasa kaget, keterlibatan dapat dengan mudah diarahkan dengan melempar isu. Kadang, kita seringkali tidak perduli dari mana informasi berasal, benar atau tidak. Saat mayoritas yang kita lihat berseru A, maka kita kan ikut menyerukan A.

Di ranah sosial media lagi, sebagian orang yang di kehidupan nyata mungkin tidak berpengaruh, mereka bukan tokoh politik, bukan aktivis, tapi dengan modal jempol dan statement statement yang menarik, katakan saja di twitter, mereka didengar puluhan ribu atau bahkan jutaan orang. Keterikatan follower dengan tokoh twitter ini terkadang bisa sangat tinggi. Apa yang dilontarkan mereka dianggap satu kebenaran oleh followersnya, maka wajar saja saat ada perang twit, biasanya berlanjut dengan perang followers.

Bayangkan saat seseorang yang followersnya sekian banyak, melakukan provokasi, bermain isu dan menggerakan opini dan massa. Mungkin terdengar terlalu berteori konspirasi, tapi ada lho account account tertentu yang memang dibuat untuk bermain isu.

Mungkin anda sulit membayangkan 140 karakter dapat mengubah dunia. Tapi tulisan dan gambar dapat menggerakan massa. Satu statement dapat berimplikasi besar saat direspon sedemikian rupa oleh jutaan orang. Deretan huruf dapat berubah jadi kekuatan besar, hanya dan jika dipersepsi sedemikian rupa oleh massa.

People power? I can say twitter power now. Sama saja sebenarnya, people power yang diakomodir, let say, new way of socialize. Karena itu pula, tidak tanggung tanggung CIA - Central Intelligence Agency- memonitor jutaan tweets yang beredar.

Tapi tak usahlah berpikir konspirasi teori semacam itu. Hal sederhana saja, sekarang banyak yang merasa punya kekuatan karena merasa punya massa. Atau merasa kuat saat berlindung di balik social media, karena tidak perlu menghadapi langsung konsekuensi yang ada kalau berhadapan langsung di dunia nyata.

Twitter is powerful, but still, it is a world beneath the real world. Either you have power in social media, or in real life, as Spiderman's famous quote "With great power comes great responsibility," so use it wisely. Not the twitter I meant, but the power. Saya dan anda masih bebas menyampah di twitter kok.

Lagipula, dunia nyata ini sudah penuh dengan keseriusan, why don't we spead some laugh and joy in twitter. Let the twitter bird sing with joy, cause it'll produce a nice timeline. Keep twitting, folks!

@marischkaprue - having power over her twitter account, not over her followers.


As published on Divemag Indonesia Vol. 2 No. 021 Nov 2011